Akulah musafir yang mencari Tuhan
Atas runtuhan gedung dan dada yang remuk
Dalam waktu tiada kenal berdiam dan samadi
Serta kepercayaan pada cinta yang hilang bersama kabut pagi
Akulah yang telah berperi
Tentang kerinduan akan penyelesaian yang tamat,
Dari manusia, dari dunia dan dari Tuhan
Ah, bumi yang mati,
Lazuardi yang kering
Bagaimana aku masih dapat,
Menyayangkan air mata berlinang
dari kembang kerenyam yang kering
Sedang kota-kota dan rumah-rumah bambu
lebih rendah dari wajah lautan
Satu-satu masih terbayang antara pelupuk mata
telah hampir terkatup,
Karena murtad. karena tiada percaya
Karena lelah, karena tiada punya ingatan,
Suatu lukisan dari deru air berlayar atas lunas
berganti-ganti bentuk
Dari suatu lembah gelap dan suram
Menguapkan kabut mati dari suatu kerahasiaan,
Tuhan yang berkata
Akulah musafir yang mencari Tuhan,
Dalam negeri batu retak
Lalang dan api yang siap bertemu
Suatu kisah sedih dari sandiwara yang lucu,
Dari seorang pencari rupa,
Dari rupa yang tiada lagi dikenalnya
Perawan ringan, perawan riang
Berlagulah dalam kebayangan
Berupa warena
Berupa wareni,
Dan berlupalah sebentar akan kehabisan umur
Marilah bermain
Marilah berjalin tangan
Jangan ingat segala yang sedih,
Biarkanlah lampu-lampu kelip
Lebih samar dari sinar surya senja
Kita akan bermain,
Dan tidur pulas, sampai
Datang lagi godaan:
"Akulah musafir yang mencari Tuhan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar